Saturday, 5 January 2019

KESENIAN BANGRENG DI SUMEDANG


Bangreng merupakan kesenian yang dibentuk oleh seni tari, kawih,  dan karawitan.Bangreng merupakan kesenian khas Kab.Sumedang, tepatnya terlahir dari Kec.Tanjungkerta. Bangreng merupakan pengembangan dari kesenian terebang dan gembyung. Kelahirannya merupakan adaptasi atas tuntutan zaman. Kesenian bangreng yang semula bersifat sakral, meluas menjadi bersifat profan pula.    
Saat ini, terdapat dua jenis grup kesenian bangreng, yakni yang masih mempertahankan nilai tradisional dan yang sudah meninggalkan nilai-nilai tradisional. Salah satu grup  yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional adalah Lingkung Seni Sri Pusaka Wargi. Ketradisionalannya ditunjukkan dengan pelaksanaan ritual sebelum memulai pertunjukan.Meskipun kesenian bangreng sudah berfungsi pula sebagai media hiburan, kenyataannya tidak dapat mengejar tuntutan zaman. Akibatnya, secara perlahan kesenian ini mulai terpinggirkan dan menjadikan tidak lagi dapat diandalkan untuk  memenuhi kebutuhan ekonomi para pegiatnya.
Penari dalam kesenian bangreng adalah perempuan yang dulu disebut dengan ronggeng.Penampilan setiap penari diatur  juru baksa dengan penyerahan soder ‘selendang’ kepada penari. Mulanya waditra yang digunakan dalam kesenian bangreng hanya terdiri atas: kendang besar dan kecil, terebang besar, rebab atau tarompet, goong besar dan kecil, dan dua buah saron. Dalam perjalanan waktu, ditambah dengan seperangkat gamelan laras dan salendro. Dalam pergelaran bangreng ada pula juru kawih ‘sinden’ dan satu orang juru alok (laki-laki)
Lagu-lagu wajib dibawakan pada saat penampilan penari inti. Lagu wajib dibawakan secara berurutan  seperti berikut:
1.    Lagu Kembang Gadung, disampaikan pada acara bubuka atau pembukaan;
2.    Lagu Kembang Tanjung, dinyanyikan mengiringi tarian tunggal juru baksa;
3.    Lagu Kembang Beureum, dibawakan dalam langgam Cianjuran;
4.    Lagu Paris Wado;
5.    Lagu Eceng Gondok;
6.    Lagu Adem Ayem;
7.    Lagu Gandaria; dan
8.    Lagu Cisanggean.

 Dalam acara ritual, bangreng di antaranya tampil dalam ruwatan, ngahurip (sehabis panen), hajat lembur, syukuran selamatan rumah baru, muludan, dan syukuran ngayun orok (40 hari kelahiran bayi). Adapun sebagai hiburan, di antaranya tampil dalam acara pernikahan, sunatan, dan HUT kemerdekaan Indonesia.